*-*Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh*-*
Photobucket
Masjid Al-Qalam adalah simbol pencitraan Islam ditengah-tengah umat lain. Di resmikan oleh DR. Muhammad Natsir(seorang tokoh dunia Islam) pada 1989. Hingga kini telah menjadi salah satu Pusat Pendidikan Islam Terpadu di Depok. Lokasi masjid dan Sekolah Islam Terpadu yang sangat berdekatan dengan belasan gereja yang berdiri megah dan beberapa lembaga pendidikan Kristen dan Katolik. Alhamdulillah, selama ini eksistensinya telah menjadi contoh perdamaian dan toleransi antar ummat beragama, baik di Indonesia maupun dunia Internasional. Rehab masjid Al-Qalam menjadi masjid yang kokoh dan artistik merupakan upaya peningkatan pencitraan Islam, karena itu menjadi kewajiban kolektif seluruh kaum muslimin dan masyarakat dunia Islam berpatisipasi untuk terlaksananya rehab masjid tersebut.

11 Desember 2008

Keutamaan 10 hari dzulhijjah

Segala puji bagi Allah semata, shalawat dan salam semoga tercurah kepada
Nabi kita Muhammad, kepada keluarga dan segenap sahabatnya.

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari rahimahullah, dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu
'anhu bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Tidak ada hari
di mana amal shalih pada saat itu lebih dicintai oleh Allah daripada
hari-hari ini, yaitu: sepuluh hari dari bulan Dzulhijjah." Mereka
bertanya, "Ya Rasulullah, tidak juga jihad fi sabilillah?" . Beliau
menjawab, "Tidak juga jihad fi sabilillah, kecuali orang yang keluar
(berjihad) dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan
sesuatu apa pun."


Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu,
bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Tidak ada hari yang
paling agung dan amat dicintai Allah untuk berbuat kebajikan di dalamnya
daripada sepuluh hari (Dzulhijjah) ini. Maka perbanyaklah pada saat itu
tahlil, takbir dan tahmid."

Macam-macam Amalan yang Disyari'atkan
1. Melaksanakan ibadah haji dan umrah. Amal ini adalah yang paling
utama, berdasarkan berbagai hadits shahih yang menunjukkan keutamaannya,
antara lain; sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, "Dari umrah ke
umrah adalah tebusan (dosa-dosa yang dikerjakan) di antara keduanya, dan
haji yang mabrur balasannya tiada lain adalah Surga."



2. Berpuasa selama hari-hari tersebut, atau pada sebagiannya terutama
pada hari Arafah. Tidak disangsikan lagi bahwa puasa adalah jenis amalan
yang paling utama, dan yang dipilih Allah untuk diri-Nya. Disebutkan
dalam hadits qudsi, artinya: Allah subhanahu wata'ala berfirman, "Puasa
itu adalah untuk-Ku, dan Aku lah yang akan membalasnya. Sungguh dia
telah meninggalkan syahwat, makanan dan minumannya semata-mata karena
Aku."

Diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri radhiyallahu 'anhuma, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Tidaklah seorang hamba berpuasa
sehari di jalan Allah, melainkan Allah pasti menjauhkan dirinya dengan
puasanya itu dari api neraka selama tujuh puluh tahun." [Hadits Muttafaq
'Alaih].

Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Qatadah radhiyallahu 'anhu bahwa
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Berpuasa pada hari Arafah
melebur dosa-dosa setahun sebelum dan sesudahnya."

3. Takbir dan dzikir pada hari-hari tersebut. Sebagaimana firman Allah
subhanahu wata'ala, "... dan agar mereka menyebut nama Allah pada
hari-hari yang telah ditentukan.. ." [Surah Al-Hajj : 28].

Para ahli tafsirmenafsirkanny a dengan sepuluh hari dari bulan
Dzul-hijjah. Karena itu, para ulama meng-anjurkan untuk memperbanyak
dzikir pada hari-hari tersebut, berdasarkan hadits dari Ibnu Umar
radhiyallahu 'anhuma, Maka perbanyaklah pada hari-hari itu tahlil,
takbir dan tahmid." [HR. Ahmad].

Imam Al-Bukhari rahimahullah menuturkan bahwa Ibnu Umar dan Abu Hurairah
radhiyallahu 'anhuma keluar ke pasar pada sepuluh hari tersebut seraya
mengumandangkan takbir lalu orang-orang pun mengikuti takbirnya. Dan
Ishaq radhiyallahu 'anhu, meriwayatkan dari fuqaha' tabi'in bahwa pada
hari-hari ini mengucapkan:
"Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Tidak ada Ilah (Sembahan) Yang Haq
selain Allah. Dan Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, segala puji hanya
bagi Allah."

Dianjurkan untuk mengeraskan suara dalam bertakbir ketika berada di
pasar, rumah, jalan, masjid dan lain-lainnya sebagaimana firman Allah
subhanahu wata'ala "Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas
petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu..." [Al-Baqarah: 185].

Tidak dibolehkan mengumandangkan takbir bersama-sama, yaitu dengan
berkumpul pada suatu majlis dan mengucapkannya dengan satu suara (koor).
Hal ini tidak pernah dilakukan oleh para salaf. Yang menurut sunnah
adalah masing-masing orang bertakbir sendiri-sendiri. Ini berlaku pada
semua dzikir dan do'a, kecuali karena tidak mengerti sehingga harus
belajar dengan mengikuti orang lain.
Dan diperbolehkan berdzikir dengan yang mudah-mudah. Seperti: takbir,
tasbih dan do'a-do'a lainnya yang disyariatkan.

4. Taubat serta meninggalkan segala maksiat dan dosa, sehingga akan
mendapatkan ampunan dan rahmat.
Maksiat adalah penyebab terjauhkan dan terusirnya hamba dari Allah, dan
ketaatan adalah penyebab dekat dan cinta kasih Allah kepadanya.
Disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah radhiyallau 'anhu, bahwasanya
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,"Sesungguh nya Allah itu
cemburu, dan kecemburuan Allah itu manakala seorang hamba melakukan apa
yang diharamkan Allah terhadapnya. " [Hadits Muttafaq 'Alaih].

5. Banyak beramal shalih, berupa ibadah sunnah seperti: shalat, sedekah,
jihad, membaca Al-Qur'an, amar ma'ruf-nahi munkar dan lain sebagainya.
Sebab amalan-amalan tersebut pada hari itu dilipatgandakan pahalanya.
Bahkan amal ibadah yang tidak utama bila dilakukan pada hari itu akan
menjadi lebih utama dan dicintai Allah daripada amal ibadah pada hari
lainnya meskipun merupakan amal ibadah yang utama, bahkan sekalipun
jihad yang merupakan amal ibadah yang amat utama, kecuali jihadnya orang
yang tidak kembali dengan harta dan jiwanya.

6. Disyariatkan pada hari-hari itu takbir muthlaq, yaitu pada setiap
saat, siang ataupun malam sampai shalat Ied. Dan disyariatkan pula
takbir muqayyad, yaitu yang dilakukan setiap selesai shalat fardhu yang
dilaksanakan dengan berjama'ah; bagi selain jama'ah haji dimulai dari
sejak Zhuhur hari raya Qurban terus berlang-sung hingga shalat Ashar
pada akhir hari Tasyriq.

7. Berkurban pada hari raya Qurban dan hari-hari tasyriq. Hal ini adalah
sunnah Nabi Ibrahim 'alaihi salam yakni ketika Allah menebus putranya
dengan sembelihan yang agung.

9. Melaksanakan shalat Idul Adha dan mendengarkan khutbahnya. Setiap
muslim hendaknya memahami hikmah disyariatkannya hari raya ini. Hari ini
adalah hari bersyukur dan beramal kebajikan. Maka janganlah dijadikan
sebagai hari keangkuhan dan kesombongan; janganlah dijadikan kesempatan
bermaksiat dan bergelimang dalam kemungkaran seperti: nyanyian, judi,
mabuk dan sejenisnya. Hal mana akan menyebabkan terhapus-nya amal
kebajikan yang dilakukannya selama sepuluh hari.

10. Mengisi hari-hari ini dengan melakukan ketaatan, dzikir dan syukur
kepada Allah, melaksanakan segala kewajiban dan menjauhi segala
larangan; memanfaatkan kesempatan ini dan berusaha memperoleh kemurahan
Allah agar mendapat ridha-Nya.
Semoga Allah melimpahkan taufiq-Nya dan menunjuki kita kepada jalan yang
lurus. Semoga shalawat dan salam tetap tercurah kepada Nabi Muhammad,
keluarga dan para sahabatnya. (Syaikh Abdullah bin Abdurrahman
Al-Jibrin)

QURBAN
Qurban adalah penyembelihan hewan ternak yang dilaksanakan atas perintah
Allah pada hari-hari raya Idul Adha.

* Definisi
Dalam bahasa Arab, Udhhiyyah. Idhhiyyah, Dhahiyyah, Dhihiyyah, Adhhat,
Idhhat dan Dhahiyyah, berarti hewan yang disembelih dengan tujuan
taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah pada hari Idul Adha sampai
akhir hari-hari tasyriq, kata-kata tersebut diambil dari kata dhahwah.
Disebut demikian karena awal waktu pelaksanaan yaitu dhuha (Lisanul Arab
19:211, Mu'jam Al-Wasith 1:537).
* Hukum berqurban
Allah subhanahu wata'la mensyariatkan berqurban dalam firman-Nya, "Maka
dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berkorbanlah. " (QS.108: 2), "Dan
kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagian dari syi'ar Allah." (QS
22: 36).
Hukum qurban adalah sunnah muakkadah bagi yang mampu, sebagaimana
diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkurban dengan
menyembelih dua ekor domba jantan berwarna putih dan bertanduk. Beliau
sendiri yang menyembelihnya dengan menyebut nama Allah dan bertakbir,
serta meletakkan kaki beliau di sisi tubuh domba itu. [Hadits Muttafaq
'Alaih]
Adapun orang yang menghukumi wajib dengan dasar hadits, "Siapa yang
memiliki kemampuan namun tidak berkurban, maka jangan sekali-kali
mendekati masjidku." (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
Hadits ini derajatnya dha'if (lemah) dan tidak bisa dijadikan hujjah,
karena ada perawinya yang dha'if yaitu Abdullah bin Iyasy sebagaimana
diterangkan oleh Abu Daud, An-Nasa'i dan Ibnu Hazm (Ibnu Majah 2: 1044,
Al-Muhalla 8:7).
Imam Asy-Syafi'i rahimahullah berkata, "Andaikata berkurban itu wajib,
maka tidaklah cukup bagi satu rumah kecuali setiap orang mengurbankan
seekor kambing atau setiap tujuh orang mengorbankan seekor sapi, akan
tetapi karena hukumnya tidak wajib maka cukuplah bagi seorang yang mau
berkurban untuk menyebutkan nama keluarga pada kurbannya. Dan jika tidak
menyebutkannya tidak berarti meninggalkan kewajiban." (Al-Umm 2: 189).
Para sahabat kami berkata, "Andaikan kurban itu wajib maka (kewajiban
itu) tidak gugur meskipun waktunya telah lewat, kecuali dengan diganti
(ditebus) seperti shalat berjamaah dan kewajiban lainnya. Para ulama
madzhab Hanafi juga sepakat dengan kami (madzhab Syafi'i) bahwa kurban
hukumnya tidak wajib." (Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab: 8: 301)
* Hewan yang dikurbankan
Hewan yang akan dikurbankan hendaklah diperhatikan umurnya, yaitu: Unta
5 tahun, sapi 2 tahun, kambing 1 tahun atau hampir 1 tahun. Ulama
madzhab Maliki dan Hanafi membolehkan kambing yang telah berumur 6 bulan
asal gemuk dan sehat (Al-Mughni: 9:439, Ahkamu Adz-Dzabaih oleh Dr.
Muhammad Abdul Qadir Abu Faris: 132).
Hewan yang dikurbankan adalah unta, sapi dan kambing karena firman Allah
subhanahu wata'ala, "Supaya mereka menyebut nama Allah terhadap hewan
ternak yang telah dirizkikan Allah kepada mereka." (Al-Hajj: 34)

Hewan itu harus sehat tidak memiliki cacat, sebab Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda, "Empat cacat yang tidak mencukupi dalam
berqurban: Buta yang jelas, sakit yang nyata, pincang yang sampai
kelihatan tulang rusuknya dan lumpuh/kurus yang tidak kunjung
sembuh."(HR. At-Tirmidzi)
* Waktu Penyembelihan
Setelah shalat Idul Adha usai, maka penyembelihan baru diizinkan dan
berakhir saat tenggelam matahari hari tasyriq (13 Dzulhijjah){ Ibnu
Katsir, 3/301}, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Siapa yang menyembelih sebelum shalat (Ied) maka sesungguhnya ia
menyembelih untuk dirinya sendiri." (Disepakati oleh Imam Al-Bukhari dan
Muslim).

* Anjuran (Sunnah) dalam berkurban:
1. Menajamkan pisau
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya Allah
Ta'ala mewajibkan berbuat baik pada segala sesuatu, maka jika kalian
membunuh, bunuhlah dengan cara yang baik, jika kalian menyembelih
sembelihlah dengan cara yang baik, haruslah seseorang mengasah mata
pedangnya dan membuat nyaman hewan sembelihannya. " (HR. Al-Jamaah
kecuali Al-Bukhari).
2. Menyembunyikan pisau dari pandangan binatang,
Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam menyuruh agar mempertajam pisau dan menyembunyikan dari
pandangan hewan (yang akan disembelih).

3. Tidak membaringkan hewan sebelum siap alat dan sebagainya.
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma menceritakan bahwa seseorang
membaringkan kambing sedang dia masih mengasah pedangnya, maka Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, artinya: "Apakah anda akan
membunuhnya berkali-kali? Mengapa tidak anda asah pedang anda sebelum
anda membaringkannya. " (HR. Al-Hakim).

4. Menjauhkan atau menutupi penyembelihan dari hewan-hewan yang lain,
sebab hal ini termasuk menyakiti dan menjauhkan rahmat. Umar bin
Khaththab radhiyallahu 'anhu pernah memukul orang yang melakukannya.
(Mughni Al-Muhtaj: 4/272)

5. Memberi minum atau memperlakukannya sebaik-baiknya,
Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu melihat orang menyeret hewan
kurban pada kakinya ia berkata: "Celaka kalian! tuntunlah ia menuju
kematian dengan cara yang baik." (Al-Halal wal Haram: 58)
* Penyembelihan Kurban
Disunnahkan bagi yang bisa menyembelih agar menyembelih sendiri. Adapun
do'a yang dibaca saat menyembelih adalah:
Sebagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika menyembelih
kurban seekor kambing, beliau membaca:
"Bismillah wallahu Akbar, Ya Allah ini dariku dan dari orang yang tidak
bisa berkurban dari umatku." (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi) .
Sedang orang yang tidak bisa menyembelih sendiri hendaklah menyaksikan
dan menghadirinya.
* Pembagian Kurban
Allah berfirman, "Maka makanlah sebagiannya (dan sebagian lagi)
berikanlah untuk dimakan orang-orang sengsara lagi fakir." (Al-Hajj: 28)

"Maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa
yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta."
(Al-Hajj: 36).
Sebagian kaum salaf lebih menyukai membagi kurban menjadi tiga bagian:
Sepertiga untuk diri sendiri, sepertiga untuk hadiah orang-orang mampu
dan sepertiga lagi shadaqah untuk fuqara. (Tafsir Ibnu Katsir, 3/300).
* Anjuran bagi orang yang berkurban
Bila seseorang ingin berkurban dan memasuki bulan Dzulhijjah maka
baginya agar tidak memotong/mengambil rambut, kuku atau kulitnya sampai
dia menyembelih hewannya.
Dalam hadits Ummu Salamah radhiyallahu 'anha, Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda, "Jika kamu melihat hilal bulan Dzulhijjah dan
salah seorang di antara kamu ingin berkurban, maka hendaklah ia menahan
diri dari (memotong) rambut dan kukunya." Dalam riwayat lain: "Maka
janganlah ia mengambil sesuatu dari rambut atau kukunya sehingga ia
berkurban." [HR. Muslim]

Hal ini, mungkin untuk menyerupai orang yang menunaikan ibadah haji yang
menuntun hewan kurbannya.
Firman Allah, "...dan jangan kamu mencukur (rambut) kepalamu, sebelum
kurban sampai di tempat penyembelihannya ..."[Al-Baqarah: 196].
Larangan ini, menurut zhahirnya, hanya dikhususkan bagi orang yang
berkurban saja, tidak termasuk isteri dan anak-anaknya, kecuali jika
masing-masing dari mereka berkurban. Dan diperbolehkan membasahi rambut
serta menggosoknya, meskipun terdapat beberapa rambutnya yang rontok.
Jika seseorang niat berkurban pada pertengahan hari-hari sepuluh itu
maka dia menahan hal itu sejak saat niatnya, dan dia tidak berdosa
terhadap hal-hal yang terjadi pada saat-saat sebelum niat.
Bagi anggota keluarga orang yang akan berkurban tersebut dibolehkan
memotong rambut dari tubuh, kuku atau kulit mereka (sebab larangan ini
hanya ditujukan bagi yang berkurban), sehingga bila ada kepentingan
kesehatan maka boleh memotong.

Hikmah Kurban

* Menghidupkan sunnah Nabi Ibrahim 'alaihissalam yang taat dan
tegar melaksanakan kurban atas perintah Allah meskipun harus kehilangan
putra satu-satunya yang didambakan (QS. Ash-Shaff: 102-107)
* Menegakkan syiar Dinul Islam dengan merayakan Idul Adha secara
bersamaan dan tolong menolong dalam kebaikan (QS. 22: 36)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Hari-hari tasyriq
adalah hari-hari makan, minum dan dzikir kepada Allah Azza wa Jalla."
(HR. Muslim dalam Mukhtashar No. 623)
* Bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat- Nya, maka
mengalirkan darah hewan kurban ini termasuk syukur dan ketaatan dengan
satu bentuk taqarrub yang khusus. Allah berfirman, "Dan bagi tiap-tiap
umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka
menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah dirizkikan Allah
kepada mereka, maka Ilahmu ialah Ilah Yang Maha Esa, karena itu berserah
dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang
yang tunduk patuh (kepada Allah)." (QS. 22: 34)

Di hari-hari itu juga sangat dianjurkan untuk memperbanyak amal shalih,
kebaikan dan kemasyarakatan, seperti bersilaturahmi, berkunjung sanak
kerabat, menjaga diri dari rasa iri, dengki, kesal maupun amarah,
hendaklah menjaga kebersihan hati, menyantuni fakir miskin, anak yatim,
orang-orang yang terlilit kekurangan dan kesulitan.
Namun bagi orang yang akan berkurban tidak harus meniru orang yang
sedang ihram sampai tidak memakai minyak wangi, bersetubuh, bercumbu
(suami istri), melangsungkan akad nikah, berburu binatang dll. Sebab
yang demikian itu tidak ada tuntunan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam. Namun hendaklah kita menegakkan syiar agama Allah ini dengan
amal shalih, amar ma'ruf dan nahi munkar dengan cara yang penuh hikmah,
hendaklah setiap kita menggunakan kemampuan, keahlian, kedudukan dan
segala nikmat Allah dengan sesungguhnya sebagai realisasi bersyukur
dalam menegakkan ajaran dan syiar Dienullah Islam.
Semoga Allah subhanahu wata'ala senantiasa membimbing kita kepada cinta
dan keridhaan-Nya. Amin. (Ahkamudz Dzaba'ih, Dr. Muhammad Abdul Qadir
Abu Faris, Min Ahkamil Udhiyyah, Syaikh Al-Utsaimin) .

ALSOFWAH.OR. ID : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=

lihatmaklumat& id=124




Baca Selengkapnya...

27 Agustus 2008

MARHABAN YA RAMADHAN

SEGENAP PANITIA REHAB MASJID AL-QALAM DEPOK MENGUCAPKAN SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA RAMADHAN 1429H



Bulan suci Ramadhan datang kembali. Rasulullah SAW dan para sahabat, selalu menyambut datangnya bulan Ramadhan dengan kalimat: "Marhaban ya Ramadhan. Selamat datang wahai Ramadhan."

Rasulullah, para sahabat, dan seluruh pengikutnya yang setia mengikuti jejak risalah Islamiyah sampai akhir zaman, selalu menyambut datangnya bulan Ramadhan dengan penuh suka cita, dan menangis saat ditinggalkan bulan Ramadhan.

Karena keistimewaannya, inilah bulan yang selalu dinantikan kehadirannya oleh umat Islam di seluruh dunia.

Pada bulan ini seluruh umat Islam diwajibkan melaksanakan ibadah puasa. Pada bulan ini, Al−Qur'an sebagai petunjuk dan pembeda antara yang hak dengan yang batil, diturunkan untuk seluruh umat manusia melalui Nabi Muhammad saw. Bulan Ramadhan adalah bulan ibadah dan pelipatgandaan ganjarannya. Pada bulan ini, rahmat dan ampunan Allah dibuka seluas−luasnya, dan pintu neraka ditutup rapat−rapat.

Sebelas bulan yang lalu, kita menjalani kehidupan yang hingar bingar. Kini tiba saatnya untuk kembali merenungi hakikat keberadaan kita di dunia, dengan memugar kembali potensi iman di dada melalui peningkatan ibadah kepada Allah subhanahu wa ta'ala.

Dengan ibadah shaum Ramadhan, umat Islam disadarkan kembali mengenai hakikat Ihsan, yakni menyembah Allah seakan−akan kita melihat−Nya, dan sesungguhnya memang Allah melihat kita.

Jika saja, seluruh umat Islam sebagai penduduk mayoritas di negeri ini, mampu melestarikan sikap mental menghadirkan Allah pada segenap aspek hidup dan kehidupannya, pastilah bangsa ini tidak perlu mengalami krisis multidimesional berkepanjangan seperti yang kita alami sekarang.

Dengan seruan menegakkan shalat berjama'ah, qiyamullail, tadarus Al−Qur'an, memperbanyak shadaqah, dan menunaikan zakat fitrah sebagai bagian integral dari amaliahnya, Ramadhan tidak hanya membina dan mengajarkan kesalehan individual, tetapi juga mendesak umat Islam untuk mewujudkan kesalehan sosial.

Melalui bulan Ramadhan, umat Islam disegarkan kembali komitmennya pada ajaran sejati Islam sebagai pengemban missi rahmatan lil'alamin.

Oleh karena itu, Ramadhan sesungguhnya sarana awal untuk mengukuhkan kembali jati diri Muslim, memasuki hari−hari panjang pada sebelas bulan sesudah Ramadhan. Hanya mereka yang mampu melestarikan dan mengembangkan seluruh gemblengan selama Ramadhan pada sebelas bulan sesudah bulan suci inilah, yang berhak meraih predikat muttaqin, seperti digambarkan dalam Q.S.Al−Baqarah ayat 183: "Wahai orang−orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan kepada kaum sebelum kamu, supaya kamu menjadi orang−orang yang bertaqwa."

Sangat logis sabda Rasulullah saw yang menyatakan bahwa siapapun yang melaksanakan ibadah shaum Ramadhan, semata−mata berdasarkan keimanan dan mengharap ridha Allah (iimaanan wahtisaaban), akan diampuni seluruh dosa−dosanya yang telah lalu.

Hanya mereka yang melaksanakan ibadah shaum Ramadhan secara demikian sajalah, yang kelak akan kembali ke fitrah sejati kemanusiaannya ('Idul fitri) yang hanif: selalu memihak kepada kebaikan, kebenaran, keadilan, dan kejujuran.

Tentu tidak mudah untuk meraih predikat seperti di atas. Bahkan, bukan tidak mungkin kita terkena sabda Rasul yang lain: "Betapa banyak mereka yang melaksanakan puasa, tidak memperoleh ganjaran apa−apa, kecuali lapar dan dahaga."

Hal tersebut antara lain karena pada hakikatnya, seperti digambarkan dalam Q.S. Al−Hijr dan At−Tiin, manusia adalah muhajir (pengembara) di antara kebaikan dan keburukan.

Marilah kita manfaatkan dengan sungguh−sungguh momentum bulan Ramadhan ini untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas keimanan umat Islam Indonesia yang dibuktikan dengan meningkatnya kualitas kesalehan sosial, sehingga makin menumbuhsuburkan misi utama ajaran Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.

Baca Selengkapnya...

08 Juli 2008

Gerakan Memakmurkan Masjid

anyalah yang memakmurkan Masjid-Masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.

(QS 9:18, At Taubah)


Menurut Dewan Masjid Indonesia (DMI) Pusat hingga tahun 1998 telah tercatat Masjid dan Mushalla di Indonesia tidak kurang dari 600.000 buah (Drs. A. Yani, Panduan Memakmurkan Masjid). Berdasarkan data Departemen Agama tahun 2004 Jumlah Masjid di Indonesia 643.834 buah, jumlah ini meningkat dari data tahun 1977 sebesar 392.044 buah, (myquran.org, 24-12-2005). Diperkirakan, jumlah Masjid dan Mushala di Indonesia saat ini antara 600.000 - 800.000 buah.

Alhamdulillah, jumlah Masjid di Indonesia semakin bertambah dan, insya Allah, akan terus bertambah. Secara kuantitatif jumlah tersebut cukup menggembirakan, hanya saja secara kualitatif masih sangat memprihatinkan. Karena banyaknya Masjid kurang diikuti dengan semaraknya umat dalam memakmurkannya.

Sesungguhnya umat Islam memang memiliki ghirah yang tinggi dalam membangun Masjid, namun banyak yang kurang ditindaklanjuti dengan aktivitas memakmurkannya secara sungguh-sungguh. Kondisi ini sangat memprihatinkan dan sekaligus menjadi tantangan bagi Departemen Agama, IAIN, Pesantren, Perguruan Tinggi, Organisasi kemasyarakatan (Ormas), Partai politik (Parpol) dan lembaga swadaya (LSM) Islam maupun umat Islam pada umumnya untuk menggairahkan umat dalam memakmurkan Masjid.

Diperlukan adanya usaha-usaha penyadaran umat dalam memakmurkan Masjid, di antaranya melalui Gerakan Memakmurkan Masjid (GMM). Sebuah gerakan yang menyerukan tentang pentingnya memakmurkan Masjid dengan berbagai aktivitas yang berkesinambungan, baik berupa himbauan, kampanye, slogan-slogan, pelatihan-pelatihan, perlombaan-perlombaan, pemberian award, bantuan, supervisi maupun publikasi.


PENGERTIAN

Masjid disamping sebagai tempat beribadah umat Islam dalam arti khusus (mahdlah) juga merupakan tempat beribadah secara luas (ghairu mahdlah) selama dilakukan dalam batas-batas syari'ah. Masjid yang besar, indah dan bersih adalah dambaan kita, namun semua itu belum cukup apabila tidak ditunjang dengan kegiatan-kegiatan memakmurkan Masjid yang semarak.

Kelemahan umat dalam memakmurkan Masjid adalah suatu realita yang harus disikapi dengan sabar serta melakukan langkah-langkah positif yang bisa memperbaiki kondisi. Langkah-langkah perbaikan tersebut haruslah strategis dan bersifat masal. Artinya solusi yang diberikan dapat menjadi jembatan bagi umat untuk bangkit memberdayakan dirinya sendiri dan berlangsung di setiap Masjid. Solusi tersebut juga diharapkan mampu membawa pengaruh besar dalam upaya memakmurkan Masjid. Dan pada gilirannya mampu memunculkan sebuah gerakan masal yang dapat memberi dukungan signifikan bagi kebangkitan Islam.

GMM adalah merupakan upaya secara sistimatis dan berlangsung secara terus menerus untuk menyadarkan dan memberdayakan umat dalam memakmurkan Masjid dengan berbagai aktivitas yang islami. Untuk mencapai hasil yang optimal perlu didukung dengan sistim, aktivitas dan lembaga pemberdayaan Masjid.

Gerakan ini diharapkan dapat berlangsung secara masal dan melibatkan banyak komponen umat, baik Pengurus Masjid, Ulama, Umara, Ustadz, Mubaligh, Intelektual, Aktivis organisasi Islam, Politisi muslim maupun kaum muslimin pada umumnya.


TUJUAN DAN MANFAAT

Tujuan GMM adalah untuk mengaktualisasikan fungsi dan peran Masjid dalam masyarakat Islam di era modern. Dengan mengaktualkan peran dan fungsinya berarti kita telah menempatkan Masjid pada posisinya.

Aktualisasi ini, insya Allah, akan membawa manfaat bagi umat Islam dalam menuju kondisi yang lebih baik dan lebih islami. Dengan demikian Masjid akan menjadi pusat kehidupan umat. Artinya umat Islam menjadikan Masjid sebagai pusat aktivitas (center of activities) jama’ah-imamah serta sosialisasi kebudayaan dan nilai-nilai Islam. Bila aktualisasi ini terrealisasi dengan baik, insya Allah, kita akan dapat menyaksikan para Imam Masjid yang juga menjadi pimpinan umat, baik itu sebagai kepala negara, kepala wilayah, kepala daerah maupun pimpinan lokal atau lembaga informal.

Mengaktualkan kembali fungsi dan peran Masjid adalah suatu jawaban yang tepat, apabila kita benar-benar menginginkan kembali kepada Islam. Sebab di Masjid inilah kita mengabdi kepada Allah, berjama’ah dalam shaf-shaf yang teratur, sikap dan perilaku egaliter dapat kita rasakan, kebersamaan dan ukhuwah islamiyah nampak terwujud serta rasa saling mengasihi sesama muslim terbentuk dengan baik. Di Masjid pula ghirah Islam dan kesatuan jama’ah menjadi nyata.


STRATEGI

GMM tidak bisa berlangsung dengan sendirinya, perlu langkah-langkah strategis yang mampu memberi dukungan, di antaranya adalah:

1. Kampanye Gerakan Memakmurkan Masjid (GMM)
GMM harus dikampanyekan agar memperoleh sambutan umat yang luas. Pemerintah, khususnya Departemen Agama, harus mengambil posisi terdepan dalam kampanye ini. Para tokoh umat Islam, baik Politisi, Ulama, Ustadz, Mubaligh, pimpinan masyarakat, aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM), Ormas Islam, perguruan tinggi, sekolaah, profesional, mahasiswa, pelajar dan terutama aktivis Masjid juga harus memberi dukungan. Kampanye GMM dapat diwujudkan dalam bentuk:

a. Pembangunan Masjid di kantor-kantor pemerintah, perusahaan, bandara, stasiun, terminal, pabrik, rumah sakit, plaza / mall, pasar, kampus perguruan tinggi, sekolah dan pemukiman penduduk.

b. Menyelenggarakan aktivitas, baik umum maupun keagamaan, dengan menggunakan Masjid dan lingkungannya sebagai tempat penyelenggaraan.

c. Publikasi aktivitas kemasjidan dan anjuran untuk memakmurkan Masjid melalui media massa: koran, majalah, radio televisi dan internet.

d. Tauladan para tokoh masyarakat dan public figure dalam memakmurkan Masjid, khususnya dalam menegakkan shalat berjama’ah di Masjid.

e. Pemberian penghargaan berupa Mosque Award kepada Masjid yang berprestasi dengan kriteria tertentu.

2. Mengembangkan wacana dan pedoman untuk memakmurkan Masjid.
Salah satu solusi penting dalam GMM adalah memperbaiki sistim organisasi dan management Masjid. Karena tanpa organisasi dan management yang baik, Pengurus tidak akan mampu berkreasi secara optimal, aktivitasnya akan sangat terbatas dan banyak mengalami kendala.

Diperlukan karya-karya intelektual di bidang organisasi dan management yang bernuansa Islam dan mampu memberi petunjuk bagi umat dalam mengelola Masjid. Dan dibutuhkan sekali informasi dan pedoman kemasjidan baik secara filosofis, konsepsional maupun teknis-operasional. Sehingga umat mendapatkan banyak pilihan untuk menyelenggarakan aktivitas kemasjidan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan mereka. Diharapkan karya-karya tersebut mampu memberi arahan hingga detail aktivitas dan mudah diaplikasikan secara riil. Sehingga membantu dalam menyusun manual, standard operation procedures, work instructions dan activity forms dalam mengelola aktivitas kemasjidan.

Selain hadirnya berbagai wacana dalam organisasi dan management Masjid juga diperlukan upaya-upaya untuk menyebarluaskannya. Wacana-wacana tersebut seharusnya dipublikasikan dalam bentuk buku-buku cetakan yang mudah didapatkan oleh aktivis Masjid dan umat Islam pada umumnya.

Hal ini memerlukan keseriusan pemerintah, khususnya Departemen Agama, dan dukungan para penerbit maupun donatur muslim yang concern terhadap da’wah islamiyah melalui lembaga kemasjidan.

3. Pelatihan dan supervisi organisasi dan management Masjid.
Langkah lain yang tidak kalah penting adalah memberikan pelatihan-pelatihan yang sistimatis, yang ditujukan kepada para aktivis Masjid, baik Ta’mir Masjid, Remaja Masjid, Majelis Ta’lim Ibu-Ibu, Taman Pendidikan Al Quraan dan lain sebagainya. Para aktivis Masjid mengikuti sistim pelatihan yang terstruktur, baik dalam rangkaian seri pelatihan maupun berupa pelatihan khusus. Beberapa jenis pelatihan yang perlu mereka ikuti di antaranya adalah:

a. Pelatihan Organisasi Ta’mir Masjid.

b. Pelatihan Pedoman Aktivitas Ta’mir Masjid.

c. Pelatihan Kepemimpinan Masjid.

d. Pelatihan Training of Trainers (TOT).

e. Pelatihan Training for Trainers (TFT).

f. Pelatihan Management Majelis Ta’lim Ibu-ibu.

g. Pelatihan Kepemimpinan Remaja Masjid.

Setelah mengikuti pelatihan-pelatihan tersebut, mereka dibimbing untuk melakukan implementasi. Materi-materi pelatihan yang telah dipelajari diaplikasikan dalam aktivitas kemasjidan masing-masing peserta di bawah supervisi lembaga pemberdayaan Masjid. Implementasi disesuaikan dengan kondisi aktual masing-masing Masjid. Sistim organisasi dan management modern diujicobakan, dievaluasi, dibuat standard dan diperbaiki secara terus menerus (continuous improvements).

4. Membentuk lembaga pemberdayaan Masjid.
Untuk merealisasikan fungsi dan peran Masjid di era milenium ke-3 diperlukan lembaga-lembaga kemasjidan yang mampu mengadopsi organisasi dan management modern. Sehingga aktivitas yang diselenggarakan dapat menyahuti kebutuhan umat serta berlangsung secara berdaya guna (efektif) dan berhasil guna (efisien). Kebutuhan akan lembaga kemasjidan yang profesional semakin tidak bisa ditawar mengingat kompleksitas kehidupan manusia akibat proses globalisasi, kemudahan transportasi, kecepatan informasi maupun kemajuan teknologi.

Kehadiran lembaga-lembaga kemasjidan tersebut perlu dibantu dan dipercepat dengan lembaga pemberdayaan Masjid, yang merupakan organisasi LSM, seperti misalnya Institut Management Masjid. Lembaga ini berperan sebagai katalisator GMM dengan melakukan pengkajian, pelatihan, publikasi dan supervisi (konsultasi) masalah-masalah kemasjidan, khususnya management Masjid.

5. Mengembangkan jaringan Masjid secara luas.
GMM memerlukan adanya Jaringan Kerja Antar Masjid (JKAM). Jaringan kerja (network) ini merupakan forum silaturrahmi yang beranggotakan lembaga-lembaga kemasjidan di suatu daerah (kota), wilayah (propinsi) maupun secara nasional. Tujuan dibentuknya JKAM adalah untuk:

a. Mempererat tali silaturrahmi antar lembaga kemasjidan.

b. Memperkokoh ukhuwah islamiyah.

c. Menggalang kekuatan Islam.

d. Menyamakan persepsi, visi dan misi.

e. Membentuk aktivitas da’wah yang lebih luas.

f. Menyelenggarakan kerja sama da’wah.

Dengan adanya JKAM, insya Allah, akan diperoleh banyak manfaat, di antaranya adalah:

a. Terwujudnya silaturrahmi dan ukhuwah islamiyah secara nyata.

b. Bersatunya potensi umat dalam memakmurkan Masjid secara sistimatis.

c. Memperkokoh kekuatan Islam, sehingga memiliki bargaining position dalam konstelasi masyarakat.

d. Menjadi jembatan antar lembaga kemasjidan untuk saling bekerja sama dalam menyelenggarakan berbagai aktivitas.

e. Membentuk sinergi team antar lembaga kemasjidan.

f. Mampu melaksanakan da’wah islamiyah dan ‘amar ma’ruf nahi munkar secara lebih offensive, tidak hanya sekedar defensive.

Aktivitas disusun dalam bentuk Program Kerja yang direncanakan secara periodik dan digunakan sebagai rekomendasi bagi masing-masing lembaga kemasjidan yang menjadi anggotanya. Berikut ini contoh beberapa aktivitas yang diagendakan, yaitu antara lain:

a. Pelatihan kader.

b. Pertukaran mubaligh.

c. Penyusunan materi da’wah.

d. Bakti sosial.

e. Pengajian akbar.

f. Sosialisasi pelaksanaan syari’ah Islam.

g. Demonstrasi damai / show of force.

h. Dan lain sebagainya.


Baca Selengkapnya...

Masjid : Syurga Dunia Para Ibadurrahman

Adalah sekelompok muslim yang taat kepada Rabb mereka yang memenuhi panggilan masjid-masjid yang tersebar di seluruh dunia, tidak harus ke Masjidil Haram atau pun Masjidil Aqsha, tetapi masjid adalah tempat terdekat antara seorang hamba dengan Sang Kholiq. Inilah persinggahan sementara hamba-hamba yang beribadah karena merindu Rabb mereka. Inilah syurga dunia bagi para ’Ibadurrahmaan.

”Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.”

QS. Al-Jin : 18

Mari kita wujudkan syurga itu sebagai tempat layaknya bayangan manusia terhadap syurga. Setidaknya jagalah kebersihannya, kerapihannya, kesuciannya, keamanannya, ketersediaan fasilitas dan mudahkanlah hamba-hamba yang ingin kembali kehadapan Rabb-nya sekadar untuk lima atau sepuluh menit.


Dan sungguh syurga itu bukan sekadar berbicara tentang tempat, ia juga berbicara tentang orang-orang di dalamnya. Tentang betapa murah senyum dan salam mereka, tentang betapa akur dan bersahabat para penghuninya, dan tentang kedekatan silaturrahiim dan lapang hati saat terjadi hal-hal yang kurang berkenan. Tak lupa tentang amannya seorang hamba dari gangguan lisan dan tangan sahabatnya.

Inilah hal pertama yang harus Anda percayai, bahwa masjid adalah tempat terbaik baik kaum muslimin, tempat yang menghubungkan mereka dengan Rabb-nya dalam ibadah yang berkualitas

Baca Selengkapnya...